terangkita.com - Di tengah derasnya arus
modernisasi, tradisi Pacu Jalur tetap menjadi simbol kebanggaan dan semangat
gotong royong masyarakat Riau. Setiap tahun, ribuan warga dan wisatawan
berbondong-bondong menuju tepian Sungai Kuantan di Kabupaten Kuantan Singingi
untuk menyaksikan perlombaan perahu panjang yang berpacu membelah sungai dengan
irama serentak. Suara sorakan penonton berpadu dengan teriakan semangat para
pendayung, menciptakan suasana yang memukau dan penuh energi kebersamaan.
Tradisi Pacu Jalur sudah
berlangsung sejak abad ke-17, berawal dari kegiatan transportasi sungai di masa
kerajaan Melayu Riau. Dulu, jalur atau perahu digunakan oleh para raja dan
bangsawan untuk berkunjung antarkerajaan di sepanjang aliran Sungai Kuantan.
Seiring waktu, kegiatan tersebut berubah menjadi ajang perlombaan antarkampung,
hingga kini menjadi festival budaya tahunan yang sarat makna sejarah dan
spiritual.
Jalur yang digunakan dalam
perlombaan ini bukan perahu biasa. Panjangnya bisa mencapai 25 hingga 40 meter,
dibuat dari satu batang pohon besar seperti meranti atau kayu punak. Di
dalamnya, sekitar 40 hingga 60 orang pendayung duduk berjajar, masing-masing
memiliki peran penting menjaga ritme dan keseimbangan. Ketepatan gerakan dan
semangat tim menjadi kunci kemenangan, bukan semata kekuatan fisik.
Sebelum perlombaan dimulai,
masyarakat melakukan ritual adat dan doa bersama. Proses ini disebut Batobo
Jalur, yakni gotong royong warga dalam mempersiapkan jalur mulai dari
pembuatan, pengecatan, hingga latihan. Jalur juga diberi nama-nama yang unik
dan bermakna filosofis, seperti Rajo Bujang Kuantan, Putri Ayu
Pangean, atau Tuah Sakti Hulu Kuantan, sebagai bentuk penghormatan
terhadap nilai-nilai budaya lokal.
Pacu Jalur tidak sekadar
olahraga, tetapi juga ajang memperkuat persaudaraan dan solidaritas sosial.
Setiap kampung yang ikut serta akan membawa pendukung, makanan, dan kesenian
khas untuk memeriahkan acara. Suasana sungai berubah menjadi pesta rakyat —
diiringi musik tradisional, tari-tarian Melayu, dan kuliner khas daerah yang
menambah semaraknya suasana.
Dari sisi ekonomi, festival
ini memberi dampak positif bagi masyarakat lokal. Para pelaku UMKM, pengrajin,
dan pedagang kecil mendapatkan kesempatan untuk meningkatkan pendapatan.
Pemerintah daerah pun menjadikan Pacu Jalur sebagai bagian penting dari promosi
pariwisata budaya Riau, yang menarik wisatawan domestik dan mancanegara untuk
datang setiap tahunnya.
Selain aspek ekonomi, Pacu
Jalur juga memiliki nilai edukatif dan moral yang tinggi. Semangat kerja sama,
sportivitas, dan ketangguhan para pendayung menjadi cerminan nilai gotong
royong yang menjadi identitas bangsa Indonesia. Generasi muda yang terlibat
dalam kegiatan ini tidak hanya belajar tentang teknik mendayung, tetapi juga
tentang menghargai sejarah dan menjaga warisan leluhur.
Kini, Pacu Jalur telah diakui
sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia oleh Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan. Pengakuan ini memperkuat komitmen pemerintah dan masyarakat untuk
melestarikan tradisi tersebut di tengah perkembangan zaman. Upaya dokumentasi
digital, promosi wisata berbasis komunitas, dan pelibatan akademisi menjadi
langkah strategis agar Pacu Jalur terus hidup di hati masyarakat.
Pada akhirnya, Pacu Jalur bukan hanya sekadar lomba mendayung, melainkan manifestasi semangat kolektif, budaya, dan kebanggaan bangsa. Tradisi ini mengajarkan bahwa kekuatan sejati lahir dari kebersamaan dan keselarasan gerak. Di aliran Sungai Kuantan, Pacu Jalur terus mengalirkan pesan: bahwa budaya adalah jantung kehidupan, yang harus dijaga agar tetap berdetak di setiap generasi.
Sumber Gambar: Kementerian Pariwisata Republik Indonesia
Viewers